Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan, (Kasus Penyalahgunaan Obat)
Mata Kuliah : Sosiologi dan Politik
Dosen : Muhammad Burhan Amin
Topik Tugas : Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan,
(Kasus Penyalahgunaan Obat)
Kelas : 1 EB 18
Dateline Tugas : 20 Maret 2010
Tanggal Penyerahan Tugas : 20 Maret 2010
PERNYATAAN
Dengan ini kami menyatakan bahwa seluruh pekerjaan dalam tugas ini kami buat sendiri tanpa meniru atau mengutip dari tim / pihak lain.
Apabila terbukti tidak benar, kami siap menerima konsekuensi untuk mendapat nilai 1/100 untuk mata kuliah ini.
Penyusun
NPM Nama Lengkap Tanda Tangan
20209366
Priscilla Maria Ratu Patty
Program Sarjana Akuntansi
UNIVERSITAS GUNADARMA
Tahun 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga menghaturkan banyak terima kasih kepada Bapak Muhammad Burhan Amin , selaku dosen dari mata kuliah Sosiologi dan Politik yang telah memberikan bimbingan dalam setiap proses penyusunan makalah ini.
Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Sosiologi dan Politik yang secara garis besar membahas tentang Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan , (Kasus Penyalahgunaan Obat). Dalam isi makalah ini akan diuraikan mengenai intensitas dan kompleksitas masalah, latar belakang masalah, serta upaya penanganan masalah.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi pengembangan makalah ini di masa mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian dan kesediaannya dalam membaca makalah ini.
Bekasi, 20 maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ……………………………………………………………………… 1
KATA PENGANTAR ……………………………………..…………………………. 2
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. 3
BAB 1
- Pendahuluan ……………………………………………..…...……………………….4
BAB 2
- Intensitas dan Kompleksitas masalah ….……………………………………………..5
BAB 3
- Latar Belakang Masalah …………………………………………………………….. 8
BAB 4
- Penanganan Masalah …………………………………………………………………10
BAB 5
KATA PENUTUP ……………………………………………………………………. 13
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 14
BAB 1
PENDAHULUAN
Masalah sosial juga dapat berada pada posisi saat usaha mewujudkan masyarakat yang sejahtera sedang berlangusung (on going process). Masalah sosial yang berkaitan dengan perilaku orang per orang sebagai anggota masyarakat seperti tindak kriminal, prostitusi, kenakalan serta berbagai bentuk penyalahgunaan dan kecanduan obat. Dapat juga berupa disintegrasi sosial, masalah kependudukan dan kurang berfungsinya berbagai bentuk aturan sosial. Akan dibahas pula contoh masalah sosial berupa penyalahgunaan obat seperti narkotika, alkohol berserta implikasi seperti mabuk, teler dan kecanduan.
Jenis masalah sosial tersebut dapat dilihat sebagai salah satu hambatan usaha mewujudkan masyarakat sejahtera, terutama apabila peningkatan kesejahteraan dipandang sebagai proses pendayagunaan sumber daya dalam rangka pemenuhan kebutuhan guna peningkatan taraf hidup masyarakat. Nilai strategis sumber daya ini tidak semata-mata terletak pada segi jumlah atau kualitas. Sehubungan dengan hal itu, sebagai sumber daya manusia, warga masyarakat penyandang masalah penyalahgunaan dan kecanduan obat tidak dapat diharapkan tampil dalam kapasitas yang maksimal.
Keberhasilan proses peningkatan taraf hidup akan sangat ditentukan oleh partisipasi yang nyata dan aktif seluruh warga masyarakat dalam keseluruhan tahap dari proses tersebut.
BAB 2
Intensitas dan Kompleksitas Masalah
Pada awal mulanya alkohol atau minuman beralkohol lebih berkaitan dengan fisik. Dalam kedudukan seperti, maka efek yang timbul juga terjadi pada segi fisik dan dalam batas-batas kewajaran tidak menimbulkan dalam yang negatif. Dalam tingkat seperti ini alkohol lebih sebagai jenis minuman biasa, pendorong pencernaan, pendorong agar cepat tidur, perlindungan terhadap kedinginan, sebagai obat suatu penyakit tertentu atau rasa kesakitan (Lemart, 1967:72). Bentuk dan fungsinya kemudian tidak sekedar sebagai sarana relaksasi terhadap kelelahan, tekanan batin, rasa apatis, perasaan terisolasi, akan tetapi juga berfungsi sebagai sarana ritual dalam rangka mengembangkan simbol solidaritas serta sebagai sarana untuk jembatan dan pengakraban pergaulan.
Hanya saja dalam proses selanjutnya, banyak dijumpai pemakaian yang berlebihan dan tidak wajar sehingga di samping mudah menyimpang dan berbagai fungsi semula, juga dapat mengakibatkan dampak negatif baik fisik maaupun sosial. Berdasarkan pemikiran adanya ambivalensi itulah maka untuk aspek yang negatif digunakan konsep penyalahgunaan, Karena pada sisi lain dengan pemakaian yang wajar dan proposional bahan itu memang bermanfaat.
Ambivalensi nilai terhadap alcohol tersebut muncul dari kenyataan bahwa alcohol dapat menjadi pengubah perilaku. Alcohol dapat membuat senang sekaligus membuat orang menjadi sakit dan tidak bahagia. Dampak yang paling terlihat dari mobuk alcohol adalah perilaku menjadi agresif dan kecenderungan pada deviasi dalam perilaku eksual. Secara psikologis, terlalu sering mabuk juga dapat membuat seseorang menelantarkan atau kurang memerhatikan penampilan dan peranan sosialnya. Banyak nilai yang dikorbankan dari kebiasaan ini, misalnya rasa respek terhadap sesame, kehidupan, dan integritas keluarga, kesehatan, pekerjaan sehari-hari dan bahkan juga nilai kepercayaan dalam hubungan finansial (Lemert, 1967: 74).
Drug adalah sebangsa bahan kimia yang dapat memengaruhi dan membawa efek pada fungsi dari struktur organisme tubuh. Dalam hal penggunaannya memang berkaitan dengan kultur masyarakat di samping perkembangan sosial ekonominya. Sebagai ilustrasi, rata-rata keluarga di Amerika Serikat menyimpan sekitar 30 jenis obat-obatan di dalam lemari obat dan sejumlah minuman beralkohol di lemari minuman (Eitzen, 1986: 492).
Permasalahan kemudian dapat berakibat pada kebiasaan mabuk dan teler yang dalam jangka panjang bersifat merugikan baik secara fisik, psikologis dan sosial. Bahkan dalam proses lebih lanjut kebiasaan tersebut tidak saja mengakibatkan seseorang menjadi mabuk dan teler tetapi juga mengakibatkan kecanduan (drug addiction). Kecanduan adalah sebuah proses seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, yaitu penyalahgunaan dan pemakaian berlebihan yang kemudian mengakibatkan seseorang menjadi tidak berdaya, dalam pengertian kondisi tersebut akan bersifat mengendalikan orang yang bersangkutan, membuatnya berbuat dan berfikir secara tidak konsisten dengan nilai-nilai kepribadiannya dan mendorong orang tersebut menjadi semakin kompulsif dan obsesif (Schaef, 1987: 18).
Menurtu Schaef, gejala kecanduan tidak hanya berupa kecanduan terhadap obat, tetapi juga kecanduan terhadap aktivitas tertentu. Ia membedakannya menjadi kecanduan substansi dan kecanduan proses. Kecanduan substansi adalah kecanduan pada substansi tertentu yang biasanya merupakan produk artifisial yang dimasukan ke dalam tubuh secara sengaja. Sedangkan kecanduan proses adalah terjadi apabila seseorang menjadi terkait dan sulit menghindar dari suatu proses yang merupakan rangkaian spesifik dari aksi dan reaksi. Sebagai contoh kebiasaan berjudi, mengumpulkan uang , perilaku seksual.
Melalui suatu penelitian khususnya bagi pemakai mariyuana untuk kenikmatan, diketahui bahwa tingkat awal seseorang tidak langsung dapat merasakan kenikmatan tersebut. Untuk menuju ke sana dibutuhkan proses yang harus melalui beberapa tahap. Tahap-tahap yang dimaksud adalah : mempelajari teknik, belajar memahami efeknya dan belajar menikmati efek yang timbul. Pemakai marayuana cenderung akan terus menggunakannya apabila ia telah mampu melalui tahap ketiga yitu belajar menikmati efek yang timbul. Agar sensasi yang ditimbulkan dapat dirasakan sebagai kenikmatan, butuh pengalaman.
Dilihat dari intensitas penggunaannya, seseorang berproses sebagai pecandu biasanya melalui tahap pemula, okasional dan rutin (Soekanto, 1988: 59). Tahap pemula merupakan tahap seseorang untuk pertama kali melakukannya, tahap kedua sifatnya belum rutin tergantung pada kesempatan untuk memmemperoleh dan melakukannya, sedang tahap ketiga seseorang telah menggunakannya secara rutin. Tidak jarang pada tahap ketiga ini yang bersangkutan sudah kecanduan, karena waktu dianggap sebagai sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi, walaupun barangkali harus memperoleh barangnya dengan cara yang sulit dan melalui cara yang melanggar hukum.
Dari berbagai dampak dan implikasi perilaku mabuk apalagi sampai kecanduan obat tersebut, dapat dipahami apabila potensinya sebagai sumber daya manusia dalam pembangunan menjadi menurun. Bahkan apabila tidak mendapat penanganan apalagi disandang oleh warga masyarakat yang cukup besar, akan dapat menjadi beban pembangunan. Paling tidak, apabila kondisi mereka disamakan dengan rendahnya tingkat kesehatan, maka akan cukup mempengaruhi produktivitas kerja.
BAB 3
Latar Belakang Masalah
Ada lima variasi perilaku individu yang menyimpang dilihat dari sumber masalahnya, kelima variasi tersebut apabila :
1. terjadi pelanggaran norma dan nilai sosial oleh individu
2. persepsi individu yang didasarkan pada proses sosialisasi
3. masyarakat yang memberikan label seseorang sebagai devian
4. peranan dari kekuatan dominant dalam proses kehidupan masyarakat
5. struktur masyarakat sendiri yang menyebabkan seseorang warganya melakukan deviasi.
Apabila dicermati, maka kelima variasi tersebut sebagian mempunyai nuansa individual sebagai sumber masalah, khususnya yang pertama dan kedua, sedang variasi yang lain atau yang ketiga sampai kelima mempunyai nuansa sosial, khususnya aspek struktural sebagai sumber masalahnya. Perbedaan tersebut di samping sangat dipengaruhi oleh kondisi dan sifat masalahnya, juga dipengaruhi oleh perspektif yang digunakan dalam memandang masalah sosial tertentu.
Ada tiga hal yang dapat digunakan untuk menjelaskan latar belakang masalah dari faktor sosialisasi ini. Yang pertama adalah urbanisme, suatu penjelasan yang berangkat dari argumen karakteristik dan kehidupan kota. Apabila karakteristik kota dan gaya hidup seperti ini terinternalisasi melalui proses sosialisasi, maka akan lebih mudah mendorong seseorang melakukan penyimpangan termasuk penyalahgunaan obat dan kecanduan obat.
Yang kedua, melalui proses transmisi kultural. Melalui cara ini dapat dijelaskan mengapa seseorang menjadi jahat, sedangkan orang lain tidak, padahal berasal dari karakteristik sosial yang sama, misalnya masyarakat urban. Yang ketiga, penjelasan melalui realita perbedaan subkultur. Dalam hal ini penggunaan obat merupakan suatu kebiasaan yang terintegrasi ke dalam subkultur tertentu. Dengan demikian berarti kebiasaan tersebut akan mewarnai pengalaman, gaya hidup dan cara hidup masyarakatnya, walaupun menurut ukuran subkultur lain atau pandangan masyarakat umum dianggap sebagai penyimpangan. Oleh sebab itulah menjadi wajar apabila pola tersebut terinternalisasi oleh anggota masyarakatnya melalui proses sosialisasi.
Suatu masyarakat tidak selalu homogen, akan tetapi sering kali juga dijumpai yang bersifat heterogen. Masyarakat dapat terdiri dari banyak kelompok yang berbeda, yang masing-masing memiliki nilai, pandangan dan kepentingan yang berbeda. Hal seperti ini terutama akan banyak ditemukan dalam masyarakat majemuk yang tidak hanya bersifat kompleks dari sudut ekonomi dan kepentingan ekonomi tetapi juga mengandung keanekaragaman etnis, kultural, agama dan gaya hidup yang sering kali menciptakan keanekaragaman nilai. Dalam masyarakat yang demikian, di mana terdapat berbagai kelompok dengan nilai berbeda saling bertemu dan berinteraksi, sangat potensial menumbuhkan konflik nilai.
Pelacakan sumber dan latar belakang masalah penyalahgunaan obat dari level masyarakat yang sudah dibicarakan tersebut pada umumnya menggunakan pandangan struktural yang di dalamnya terkandung perbedaan nilai dan perbedaan kepentingan. Pandangan struktural yang memberikan fokus perhatian pada perbedaan nilai dan perbedaan kepentingan tersebut dalam analisisnya tentang masalah sosial termasuk masalah pemakaian obat dan penyalahgunaan obat menggunakan tiga orientasi utama yaitu : berpusat pada kelompok (group centered), evaluatif, dan orientasi tindakan (action oriented) (Weinberg, 1981: 88). Group oriented maksudnya adalah bahwa masalah penyalahgunaan obat bukan disebabkan karena individu yang imoral atau kurangnya koordinasi dalam norma dan aturan, melainkan lebih merupakan fungsi dari adanya berbagai segmen dalam masyarakat. Evaluatif maksudnya definisi tentang penyalahgunaan obat tidak dilakukan dalam orientasi netral dan objektif. Definisi lebih didasarkan pada nilai dan kepentingan masing-masing kelompok. Action oriented maksudnya adalah bahwa masing-masing pihak akan berusaha untuk mempertahankan legitimasi berdasarkan nilai dan kepentingannya.
Sumber masalah juga dapat dilihat dari sudut sistem dalam pengertian yang lebih luas. Masalah penyalahgunaan obat barangkali dapat dikenal sebagai dampak dari sistem yang kurang memberikan peluang, sarana, dan saluran bagi masyarakat guna memenuhi berbagai aspirasi dan kebutuhannya. Dalam hal ini masalah sosial akan timbul apabila sistem yang berlaku kurang berhasil dalam mengalokasikan sumber-sumber yang ada.
BAB 4
Penanganan Masalah
Penanganan masalah merupakan langkah yang mengikuti definisi atau identifikasi masalah dan diagnosis masalah. Keterlambatan penanganan masalah dapat mengakibatkan masalah semakin berkembang parah dan mengandung berbagai komplikasi, sehingga penanganannya akan menjadi lebih sulit.
Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa masyarakat seharusnya ikut serta dalam upaya rehabilitasi para pecandu alkohol dan menempatkan mereka secara layak dalam masyarakat, serta menjauhkan mereka dari lingkungan yang akan memengaruhi mereka kembali menggunakan obat atau minuman beralkohol. Caranya adalah melalui asimilasi ke dalam kelompok yang kondusif terhadap perilaku yang mematuhi hukum dan sebaliknya dijauhkan dari kelompok yang dapat mendorong tindak dan perilaku menyimpang.
Ada lima prinsip yang perlu diikuti dalam proses rehabilitasi melalui kelompok tersebut yaitu admission, indoctrination, group cohesion, status ascription dan synanon. Admission maksudnya tidak semua pecandu obat secara otomatis diterima dalam kelompok. Hanya mereka yang betul-betul berminat untuk masuk ke dalam kelompok, menyadari kesalahan perilakunya sebagai pemakai dan pecandu obat serta bersedia menerima dan menaati norma kelompok, yang dapat diterima dan bergabung dalam kelompok. Indoctrination maksudnya bahwa rehabilitasi berarti memengaruhi anggota untuk mengadopsi nilai dan sikap tertentu, dalam hal ini adalah sikap antipenyalahgunaan obat, kecanduan obat dan antimabuk. Group cohesion maksudnya ialah melalui kelompok yang kohesif dimungkinkan hubungan saling memengaruhi satu terhadap yang lain khususnya dalam hal ketaatan terhadap norma kelompok. Status ascription maksudnya ialah baik anggota kelompok yang merupakan pecandu obat maupun yang bukan, meraih status dalam kelompok berdasarkan tingkat penampilannya yang antipenyalahgunaan obat dan antimabuk. Synanon dimaksudkan sebagai mekanisme yang efektif untuk rehabilitasi melalui kelompok. Dalam kelompok ini, anggota pecandu obat didorong untuk bekerja sama dengan anggota bukan pecandu obat guna menyadarkan anggota pecandu obat yang lain.
Beberapa alternatif penanganan masalah penyalahgunaan dan kecanduan obat yang diusulkan oleh Lemert (1967: 78) ialah :
1. melalui sistem hukum koersif yang menyatakan bahwa pembuatan, distribusi dan pengonsumsian jenis obat tertentu dan minuman beralkohol sebagai tindakan yang ilegal
2. melalui sistem indoktrinasi berupa informasi tentang kosekuensi, bahaya penggunaan obat tertentu atau minuman beralkohol dengan tujuan agar penggunaan jenis obat dan alkohol tadi dilakukan secara wajar dan tidka berlebihan atau bahkan masyarakat menjadi berpantang terhadap jenis-jenis obat tersebut.
3. melalui peraturan mengenai jenis obat dan minuman beralkohol yang dapat dikonsumsi, standar harganya, cara distribusinya, saat dan tempat yang diperkenankan untuk menggunakannya dan kalangan yang boleh mengkonsumsi berdasarkan umur, jenis kelamin, serta karakteristik sosial ekonomi lain.
4. melalui subtitusi minuman lain yang dianggap lebih aman tetapi ekuivalen dengan jenis yang dilarang.
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, bahwa masalah produk hukum dan peraturan yang berkaitan dengan penggunaan obat, minuman beralkohol sering kali berhubungan dengan kenyataan adanya berbagai nilai dan kepentingan yang berbeda dan bertentangan dlam masyarakat.
Dipandang dari latar belakang masalah yang berasal dari bekerjanya sistem dalam masyarakat, maka penanganan masalah penyalahgunaan obat juga dapat dilakukan dengan mengintensifikasikan dan menata jaringan komunikasi antar suku yang terkait dengan masalah ini, seperti lembaga pendidikan, lembaga yang berkaitan dengan penyaluran hobi, minat dan bakat. Demikian pula dengan komunikasi yang lancer baik vertical dan horizontal dengan menghilangkan penyumbatan dalam berbagai salurannya, maka berbagai aspirasi akan dapat tertampung, sehingga dapat menghindarkan bentik-bentuk aktivitas pelarian di luar aturan sistem seperti penyalahgunaan obat dan kebiasaan mabuk tersebut.
Lebih dari itu, penanganan masalah penyalahgunaan dan kecanduan obat ini dalam perspektif pembangunan masyarakat dapat didudukan sebagai bagian dari pembinaan sumber daya manusia. Dengan berkurangnya masalah ini maka akan dapat mengurangi beban pembangunan, bahkan sebaliknya dapat meningkatkan kapasitas mereka untuk secara lebih optimal berpartisipasi dalam proses pembangunan. Apalagi jika diingat, bahwa dalam perpektif pembangunan masyarakat faktor manusia tidak semata-mata berfungsi sebagai potensi yang dapat digerakkan, akan tetapi lebih bersifat sebagai aktor atau pelaku dalam proses pembangunan itu sendiri.
KATA PENUTUP
Demikianlah hasil dari makalah yang berisi materi mengenai Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan, (Kasus Penyalahgunaan Obat). Penulis berharap supaya makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang telah berkenan untuk membaca.
Tidak lupa penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Atas perhatian dan kerja sama dari semua pihak, penulis mengucapkan terima kasih.
Bekasi, 20 Maret 2010
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Soetomo. 2008. masalah sosial dan upaya pemecahannya, Jogjakarta : Pustaka Pelajar